Perempuan mulia, dengan jemari bergelimang kasih, hatinya adalah mata air cinta dan pada jejak langkahnya harum surga memenuhi semesta.
BU, tidak akan pernah cukup kata untuk menggambarkan sosok perempuan luhur ini, ibu adalah muara kehidupan. Hampir setiap negara memunyai hari khusus sebagai bentuk penghargaan kepada ibu, seperti di Prancis yang jatuh pada minggu keempat Mei, Inggris yang merayakan Hari Ibu sejak abad 16, yang diadakan pada minggu keempat sebelum Paskah, disebut juga dengan Mothering Sunday. Meksiko menetapkan 10 Mei sebagai perayaan Hari Ibu dengan memberikan bunga adalah kewajiban dan perayaan ini juga ditandai dengan pemutaran lagu Les Mananitas dari penyanyi Mariachi. Di Jepang, peringatan Hari Ibu atau Haha No Hi pada awalnya bersamaan dengan perayaan hari ulang tahun Permaisuri Koujun, kemudian dipindahkan pada minggu kedua Mei, bersamaan dengan saat masyarakat Jepang memberikan hadiah untuk sang ibu. Di Uni Soviet, perayaan Hari Ibu jatuh pada 8 Maret, namun semenjak Uni Soviet pecah, pemerintah Rusia mengubahnya menjadi minggu terakhir November, meskipun masih banyak orang yang memberikan hadiah untuk ibu pada Maret. Di Indonesia sejarah awal perayaan Hari Ibu dimulai pada saat diadakannya Kongres Perempuan Indonesia Pertama pada 22 - 25 Desember 1928 yang dilangsungkan di Yogyakarta. Gedung Mandalabhakti Wanitatama di Jalan Adisucipto menjadi saksi peristiwa penting ini. Sebanyak 30 organisasi wanita dari 12 kota di Jawa dan Sumatera berkumpul untuk membentuk Kongres Perempuan Indonesia yang sekarang dikenal dengan nama Kongres Wanita Indonesia atau KOWANI. Kalau kita melihat ke belakang, sejak 1912 sebenarnya Indonesia sudah memiliki organisasi perempuan. Pejuang- pejuang wanita sejak abad 19 seperti Cut Mutia, Rangkayo Rasuna Said, Walanda Maramis, Martha Christina Tiahahu, RA Kartini, Dewi Sartika, dengan tidak Sejarah Penetapan 22 Desember Sebagai Hari Ibu
langsung telah merintis organisasi perempuan melalui gerakan-gerakan perjuangannya. Hal itu menjadi latar belakang dan tonggak sejarah perjuangan kaum perempuan di Indonesia. Merupakan motivasi kuat bagi para perempuan Indonesia untuk bersatu dalam semangat dan pemikiran bagi kemajuan perempuan Indonesia, serta cita-cita kemerdekaan dan perbaikan nasib kaum perempuan. Pada Kongres Perempuan Indonesia Pertama, yang menjadi agenda utama adalah Persatuan Perempuan Nusantara, peranan perempuan dalam perjuangan kemerdekaan, peranan perempuan dalam berbagai aspek pembangunan bangsa, dan lain-lain. Banyak hal besar yang diagendakan, para perempuan pejuang itu menuangkan pemikiran-pemikiran kritis dan upaya-upaya penting bagi kemajuan bangsa Indonesia umumnya dan kaum perempuan khususnya. Pada 20 - 24 Juli 1935, kembali diadakan Kongres Perempuan Indonesia Kedua, Kongres yang diselenggarakan di Jakarta ini dipimpin oleh Sri Mangunsarkoro. Dalam Kongres ini dihasilkan beberapa keputusan, seperti memakai nama Kongres Perempuan Indonesia sebagai forum resmi pertemuan organisasi perempuan Indonesia dan mendirikan Badan Penyidikan Perburuhan Perempuan. Kongres Perempuan Indonesia Ketiga diadakan tiga tahun kemudian yaitu pada 23 - 28 Juli 1938 di Bandung, dengan dipimpin Emma Puradireja. Pada kongres kali ini, diputuskan untuk menetapkan 22 Desember sebagai Hari Ibu. Awal peringatan Hari Ibu adalah untuk mengenang semangat dan perjuangan para perempuan hebat Indonesia dalam upaya perbaikan kualitas perempuan Indonesia juga kualitas Bangsa. Misi itulah yang menjadi roh dan semangat perempuan
Indonesia dari berbagai latar pendidikan dan pekerjaan untuk bersatu dan bekerja sama. Samangat untuk berkontribusi dan keinginan untuk memajukan bangsa, kaum perempuan khususnya, menjadikan setiap peringatan Hari Ibu sarat dengan kegiatan yang bertujuan membantu perempuan-perempuan Indonesia agar hidup lebih layak dan sejahtera. Perayaan cukup besar diadakan pada peringatan Hari Ibu ke-25 di Solo. Pada saat itu diadakan pasar amal yang seluruh hasilnya digunakan untuk membiayai kegiatan Yayasan Kesejahteraan Wanita Buruh dan pemberian beasiswa bagi anak-anak perempuan. Pada waktu itu juga diadakan rapat umum yang menghasilkan resolusi meminta pemerintah agar melakukan pengendalian harga-harga sembako. Kiprah Kongres Perempuan Indonesia berhasil meningkatkan kepercayaan perempuan Indonesia dan membuat eksistensi perempuan semakin diperhitungkan. Posisi- posisi penting baik di perusahaan-perusahaan maupun di pemerintahan mulai banyak diisi oleh para perempuan. Pada 1950, merupakan satu di antara sejarah penting bagi perempuan Indonesia, karena pada tahun itu, Maria Ulfah diangkat sebagai Menteri Sosial oleh Presiden Soekarno. Presiden Soekarno kemudian dengan resmi mengeluarkan Dekrit Presiden No 316 Tahun 1959, yang menetapkan 22 Desember sebagai Hari Ibu, dan dirayakan dalam skala nasional hingga sekarang. Pada kongres di Bandung, 1952, diusulkan untuk membuat monumen peringatan Hari Ibu, sebagai bentuk penghargaan kepada perempuan Indonesia. Pada tahun berikutnya dibangunlah Balai Srikandi di Yogyakarta. Ketua kongres pertama Ibu Sukanto melakukan peletakan batu pertama pembangunan monumen tersebut, dan pada 1956, Menteri Sosial Maria Ulfah meresmikan Balai Srikandi. Pada 1983, Presiden Soeharto meresmikan keseluruhan kompleks monumen Balai Srikandi menjadi Balai Bhakti Wanitatama di Jalan Laksda Adisupto, Yogyakarta. Dari sejarah Hari Ibu, kita melihat betapa tangguh para perempuan Indonesia, semangat yang luar biasa untuk memajukan dan menyejahterakan kehidupan perempuan Indonesia. Namun peringatan Hari Ibu bukan hanya untuk mengenang jasa para pejuang dan wanita pahlawan Indonesia, namun juga merupakan wujud rasa cinta, hormat dan terima kasih kepada para ibu. Begitu besar jasa para ibu, dan begitu dalam pengorbanan mereka. Kemuliaan ibu bukan hanya karena telah melahirkan kita, namun juga atas segala pengabdian ibu dalam membesarkan anak-anaknya, mengurus keluarga, juga partisipasi ibu (perempuan) dalam masyarakat bahkan dalam kegiatan bernegara. Peringatan Hari Ibu 22 Desember adalah bentuk kado istimewa Bangsa Indonesia kepada kaum perempuan atas jasa-jasa mereka. Ossie Helmi - Berbagai sumber
Redaksi
Saya Halimah Munawir.Halimah atau lebih populer dengan nama panggilan Halimah Munawir ini adalah seorang Penulis, Pebisnis dan Pegiat Seni dan Budaya . yang memiliki kepedulian tinggi kepada dunia literasi , tradisi seni budaya, dan pendidikan.
Ada yang pernah berkata bahwa abad 21 adalah milik perempuan. Pendapat ini tentunya disambut gembira oleh para feminis. Beberapa gejala memang sejak...
Dalam kehidupan, perempuan selalu diposisikan sebagai peneguh anggapan atau stereotipe bahwa mereka sosok yang lemah dan keindahannya hanya dimiliki...
setiap saat aku adalah 20% oksigen yang disumbangkan pohon rindang surga bernama ibu terkadang aku adalah lembayung yang dipantulkan senja kepada...
Edisi Majalah
Edisi 28
Obor Sastra
Redaksi menerima naskah, foto, dan informasi yang berkaitan dengan seni-budaya. Naskah, foto, dan informasi tersebut akan disunting sesuai dengan misi-visi penerbitan ini