Mendekati akhir 2022 masyarakat seni rupa Indonesia disuguhi peristiwa menarik, yaitu dilangsungkannya pameran sketsa, lukisan, drawing, hingga instalasi karya Yusuf Susilo Hartono, seorang perupa, jurnalis, dan pesyair Indonesia.
Pameran yang berlangsung di Museum Nasional, Jln Medan Merdeka Barat, Jakarta pada 9 – 13 November 2022, bertajuk Among Jiwo merupakan suatu retrospeksi atas perjalanan karyanya selama 40 tahun sejak 1982. Melintasi era Orde Baru,
Reformasi, dan pemerintahan Presiden Joko Widodo. Kepala Galeri Nasional Pustanto, yang mewakili Dirjen Kebudayaan Hilmar Farid, dalam sambutannya mengatakan, sepanjang mengenal Yusuf selama 30 tahun belakangan di Jakarta, menyaksikan kiprah Yusuf di medan seni dan jurnalistik. Bahkan sering kerja bersama. Maka dengan adanya pameran restrospeksi yang menampilkan tidak hanya karya seni rupa, tetapi juga jurnalistik dan puisi, yang digelutinya selama
40 tahun terakhir, telah membuktikan dia seorang yang multi-talenta.
Dari sisi lain, kurator Anna Sungkar mengatakan, karyakarya yang diciptakan merupakan catatan perjalanan
hidup, kesan-kesan, renungan, pemikiran, dan respons atas masalah sosial yang sedang berkembang pada suatu
waktu. “Dari gambar-gambar tersebut, kita bisa membaca bagaimana jalan pikiran, keberpihakan,
kekaguman, passion, perasaan, termasuk juga rasa cinta, yang terpancar dari guratan-guratan yang dituangkan
pada karya,” tandas Anna.
Kurator ini menjelaskan, kalau misalnya seseorang pergi ke suatu tempat mendokumentasikan pengalamannya
dalam bentuk sejumlah foto, maka Yusuf mengabadikannya dalam sejumlah sketsa. “Dengan itu Yusufmelukiskan Tembok Cina, Beijing, Harajuku, Brisbane, Prambanan, dan Borobudur, dll. Hal yang sama ketika melihat sebuah pertunjukan di TIM, Gedung Kesenian, dan tempat-tempat lain, di dalam dan luar negeri, Yusuf dapat mengabadikannya secara grafis visual. Di mana karya yang tercipta sebenarnya tidak lagi sekadar rekaman kejadian tetapi suatu tafsir tentang apa yang dilihatnya berdasarkan pada ingatan dan kesan-kesan,” imbuhnya.
Mensyukuri Bakat
Lebih jauh Anna mengatakan, berkarya bagi Yusuf
merupakan
suatu cara mensyukuri bakat yang telah
diberikan Allah SWT, sehingga harus dirawat dan terus
dijaga agar bakat itu semakin terasah. Dalam berkarya,
Yusuf mencari esensi dari suatu objek, sehingga
didapatkan suatu pengendapan akan makna hidup. Hal
itu sebagai ungkapan kekaguman akan kebesaran Tuhan
yang diekspresikan dengan terus menerus menggambar
dan melukis. “Affandi merupakan tokoh penting dalam
karier kesenimanan Yusuf, karena darinya ia mendapat
kredo ‘ngedan’, yaitu melepaskan diri dari berbagai
patokan, rumus, dalil, pakem, kaidah, definisi, dan ukuran
umum,” tandas Anna.
Dari awal berkarier di kesenian,Yusuf tidak pernah
memunyai masalah teknis, karya-karya drawing-nya
sudah setaraf dengan S Sudjojono, Ipe Maruf, Rusli, dan
Wu Guanzhong. Bisa dikatakan, Yusuf adalah seorang
maestro drawing kontemporer terbaik yang dimiliki
Indonesia saat ini. Karenanya, pameran ini mengangkat
kegeniusannya dalam melukis yaitu dengan cara menonjolkan
karya-karya fantastik yang terpilih. Untuk itu
pameran menunjukkan ke masyarakat seni rupa bahwa
karya-karyanya itu sangat tinggi kualitasnya dari segi
teknis, imajinasi, nilai puitik, kreativitas, dan pencapaian
maksud dari sang peseni itu sendiri.
Sejarah Bangsa
Selain itu, lanjut Anna, ada karya-karya Yusuf yang merupakan
sebuah dokumentasi sejarah yang tidak ternilai
harganya bagi sejarah bangsa Indonesia. Dalam serial
yang diberi judul Reformasi dan Demokrasi, Yusuf mencatat
aksi demo mahasiswa di Bunderan HI dan Gedung
DPR. Karya-karya yang menarik dan bersejarah adalah
peristiwa di sekitar 19 Mei 1998. Di mana sketsa-sketsa
itu mencatat banyak kegiatan yang berhubungan dengan
demonstrasi mahasiswa menurunkan Soeharto. Halinilah yang menjadikan karya-karya Yusuf sebagai catatan
perjalanan bangsa. Beberapa drawing itu tidak hanya
menggambarkan situasi yang crowdy pada masa demo,
namun juga mencatat hal-hal yang manusiawi. Seperti
orang-orang yang sedang salat dalam iruk-pikuk demo
dan kemesraan sepasang kekasih.
Yusuf adalah seorang maestro gambar, karena ia memunyai
kualitas craftmanship yang tinggi dalam melukiskan
wajah, figur, gestur, dan alam benda dengan presisi. Ia
tidak memunyai kesulitan dalam menuangkan realitas
yang tampak di depan pengamatannya atau membuat
suatu karya imajinasi yang mencerminkan suasana kebatinan
dan pikiran yang ada dalam benaknya.
Pameran yang digelar oleh Yayasan Duta Indonesia Maju,
dengan dukungan Museum Nasional, Jakarta Konsultindo
(Jakkon) dan Artmedia, dibuka Rabu, 9 November
2022. Hadir dalam pembukaan di antaranya dari
kalangan diplomat, permuseuman, pejabat, aktivis
media,
budayawan, hingga para perupa dari Jakarta dan daerah.
Yusuf didampingi istri, kedua putrinya, dan adik-adiknya
yang datang dari Bojonegoro, Jawa Timur.
Pada 11 November 2022, di panggung depan digelar
acara diskusi yang menyoroti tentang korelasi antara
karya seni rupa, jurnalistik, dan sastra Yusuf sebagai seorang
yang multi-talenta. Tampil sebagai pembicara dalam
kesempatan itu, Agus Dermawan T, Bambang
Bujono, dan Anna Sungkar selaku kurator pameran,
serta Ireng Halimun selaku moderator.
Dari diskusi itu banyak wawasan seni yang terkuak
mulai dari catatan perjalanan karier Yusuf sebagai
jurnalis, yang kerap mendapatkan kemudahan dalam
mengakses narasumber dan lokasi tertentu, yang juga
dapat dijadikan objek karya sketsanya, hingga karya
sketsa atau drawing ini sangat bernilai, bukan sekadar
kegiatan dasar bagi para peseni, namun juga sebagai
media dalam pencatatan terhadap peristiwa yang
terjadi. Bahkan, dalam ajang pameran seni rupa dunia
ruang pamer karya sketsa atau drawing ini lebih banyak
disambangi oleh para apresian.
IH - Berbagai sumber
Redaksi menerima naskah, foto, dan informasi yang berkaitan dengan seni-budaya. Naskah, foto, dan informasi tersebut akan disunting sesuai dengan misi-visi penerbitan ini