Latest Posts

Jl.Basuki Rahmat redaksi@semestaseni.com

Wayang Adalah Kita?

BERBICARA tentang wayang kita berbicara ten- tang hidup dan kehidupan masa lalu, masa kini, dan masa depan.Wayang merupakan suatu kearifan lokal yang mengglobal. Kisah-kisah wayang dapat bersumber dari kitab suci, epos, dan berbagai cerita lain.

Wayang menggambarkan nilai-nilai luhur tentang keutamaan hidup. Kisah Ramayana dan Mahabarata menampilkan keangkaramurkaan versus keutamaan, walaupun di situ ada penengahnya. Dari kisah kelahiran, kehidupan, percintaan, supata hingga karma semua ada. Kebenaran dan keadilan menjadi pemenang. Dalam kisah-kisahnya ada pengembangan kearifan lokal me- masukkan tokoh-tokoh sang pamomong, sang pencerah. Semar dengan para punokawannya menjadi ikon dalam pedalangan wayang purwo. Semar tokoh yang serba samar yang sejatinya adalah Sang Hyang Ismaya. Semar dan para punokawan lainnya Gareng, Petruk, dan Ba- gong pada puncak cerita akan muncul dalam goro-goro.

Banyolan lucu berisi wejangan, nilai-nilai luhur, sebagai wujud guyon maton atau guyon parikeno.Walaupun dengan cara bercanda nilai-nilai kehidupan yang sarat makna ditransformasikan. Dalam perkembangannya jenis dan bentuk wayang terus berkembang.Wayang Purwo, Wayang Orang,Wayang Klithik,Wayang Beber,Wayang Wahyu, Wayang Sadat,Wayang Suket,Wayang Golek, Wayang Ukur,Wayang Potehi,Wayang Thi Thi,Wayang Kemerdekaan,Wayang Kampung Sebelah,Wayang Kancil, Wayang Diponegoro,Wayang Bali,Wayang Kamasan, dan sebagainya. Di Kamboja,Thailand, India,Vietnam, dan lain- lain ada juga model-model wayang.

Tatkala mempelajari falsafah hidup bahagia dari Ki Ageng Suryomentaram terbersit mentransformasikan dalam Wayang Jiwo. Pada saat kongkow-kongkow pagi dengan perupa Joko Kisworo (Jokis), membahas tentang ajaran Ki Ageng Suryomentaram tentang Begja, kebahagian hidup.Tiba-tiba sahabat Jokis meneleponnya membahas tentang seorang dalang.Yang saya dengar hanya kalimat: “lebih baik menggunakan bahasa Jawa”.Tatkala menden- gar hal itu sontak pikiran saya mak bedunduk keingatan akan pitutur luhur Ki Ageng Suryomentaram dapat ditampilkan melalui wayang. Saya berpikir bahwa ki Ageng mengajarkan Kawruh Jiwa. Mengapa tidak dipentaskan ajaran-ajarannya dalam suatu pertunjukan.Tanpa mengab- aikan pakem pedalangan tetap dapat menampilkan sosok penutur luhur dengan nama Ki Gede Mbringin sebagai nama lain Ki Ageng Suryomentaram.Temanya dapat membahas ajaran-ajaran dari buku
 
Ki Ageng sebagai babon kitabnya yang dikumpulkan putranya Grangsang Suryomentaram.Ada lima buku yang berisi bab-bab tentang Kawruh Jiwa.Tentu saja improvisasi dapat dikembangkan.Tuturan ajaran Kawruh Jiwa tadi dapat diawali dengan suluk.Tentu ini bisa dilakukan den- gan tembang-tembang atau seloka seloka yang berisi inti dari hidup bahagia. Dalam pementasan wayang jiwa tentu juga membutuhkan dialog yang kadang lugu, lucu, nyebelin, hingga menjungkirbalikkan fakta.Tokoh lucu, lugu, dan jujur, namun sakti mandraguna dan berbudi luhur dapat ditokohkan dengan nama:“Sluman, Slumun, dan Slamet”. Sluman, Slumun, dan Slamet sejatinya merupakan satu kesatuan yaitu jiwa yang eling dan pasrah kepada Tuhan Yang Mahakuasa. Dialog-dialog antara Ki Gede dengan masyarakat kebanyakan dan dengan punokawan Sluman, Slumun, dan Slamet dapat menjadi suatu adengan guyon parikeno, guyon maton. Semua ini menjadi ikon dan simbol atas jiwa yang hidup. Jiwa yang bahagia, yang ditemukan dalam hidup dan kehidupannya.Tentu saja manusia yang bahagia dengan jiwa-jiwa merdeka, jiwa yang penuh ketu- lusan hati yang bebas dari berbagai belenggu jiwa. Semua ini sejatinya untuk sangkan paraning dumadi. Urip ono lelabuhan dan menjadi berkat bagi hidup dan kehidupan. Manfaat atas keberadaan sebagai manusia yang mengin- spirasi menjadi energi positif membangun sesuatu dengan guyub rukun.Ada kepekaan kepedulian dan bela rasa bagi semakin manusiawinya manusia.

Dalam kisah wayang ada plot-plot yang menjadi sumber petaka dan dosa yang akan dilebur atau dihukum dengan kematian. Kita bisa mengambil contoh dari Mahabarata.

Mengapa perang Baratayudha terjadi? Basude- wa Krisna sering menjadi pihak yang dipersalahkan terjadinya perang besar Baratayudha. Krisna sebagai awatara Wisnu menitis ke dunia
karena ada sesuatu misi menegakkan kebenaran dan
keadilan. Krisna mampu melihat masa depan, mampu menghentikan waktu bumi berputar, dan mampu mem- buat strategi.Akar masalah dari perang Baratayudha di antaranya:
1.    Keserakahan yang terus turun-temurun. Dari Dewi Setyawati, Destrarata, Gandari, Sangkuni hingga Duryudana dan para Kurawa.
2.    Sikap iri hati terhadap prestasi pandawa dan ingin merampas hak Pandawa sehingga ingin mencelaka- kan sampai membunuhnya.
3.    Kejumawaan Duryudana yang menimbulkan rasa dendam mendalam sejak usia kanak-kanak.
4.    Cinta buta dari Raja Destrarata dan Dewi Gandari dan Sangkuni yang memanjakan dan menghasutnya
5.    Bisma yang Agung yang bersumpah membela dan menjaga takhta Hastinapura namun terbelenggu Duryudana.
6.    Guru Durna yang mengejar materi dan keduniawi- an bagi membahagiakan Aswatama anaknya sehingga terjebak pada hasutan Sangkuni dan Duryudana
7.    Dendam Karna kepada para Pandawa terutama kepada Arjuna.Yang dimanfaatkan Duryudana sehingga terjebak pada sumpah dan janji persa- habatannya.
8.    Pembakaran Pandawa dan ibu Kunti di istana Warnabrata
9.    Kekalahan Pandawa dalam permainan dadu dengan Sangkuni yang berdampak pelecehan terhadap Drupadi maupun para Pandawa yang berdampak pada pengasingan Pandawa selama 12 tahun dan penyamaran selama 1 tahun.
10.    Sumpah Drupadi yang mengutuk dan dendam terhadap Kurawa.
11.    Sumpah Bima untuk membalas dendam dan menumpas seluruh kurawa
12.    Penghinaan terhadap Basudewa Krisna yang menjadi duta perdamaian yang ditolak Kurawa
13.    Karma atas kutukan dari para tokoh-tokoh Kura- wa dari Bisma yang Agung, Guru Dorna, Raja Angga Karna, Raja Salya, Jayadrata, Duryudana, Dursasana,dan para Kurawa.


Basudewa Krisna memahami hal tersebut bahwa perang memang harus terjadi untuk menumpas angkara murka. Jiwa adalah kebebasan.Walaupun dalam perang Bhara- tayuda Krisna maupun Baladewa sama-sama tidak terli- bat langsung namun strategi Krisna yang membuat Pan- dawa menang dan Kurawa musnah. Sumber daya akan terus dipuja diperebutkan dan menjadi simbol kejayaan berbagai cara dihalalkan untuk mendominasinya. Seh- ingga diperlukan kekuatan dan kekuasaan. Harapannya berasaskan kejujuran, kebenaran, dan keadilan namun tatkala di tangan orang yang keliru maka akan digunakan sebagai hegemoni dan bersekutu dengan oligarki. Mo- ralitas kunci memegang kekuatan dan kekuasaan agar bermanfaat bagi patriotisme agar bangsa dan negara berdaulat, berdaya tahan, berdaya tangkal, bahkan ber- daya saing. Basudewa Krisna walaupun memihak namun ia berupaya mencerahkan dan menyadarkan akan Dhar- ma dan Karma. Krisna sangat paham bahwa: “Kekuasan simbol kejayaan sekaligus simbol kejumawaan dan pemenuhan kepentingan”. Seringkali pengatasnamaan menjadi legitimasi dan justifikasi dengan memanfaatkan berbagai kekuatan dan kekuasaan termasuk kesucian kaum beriman untuk mencapai tujuan. Pembenaran dan saling merundung menjadi sesuatu yang terus dilakukan walau merusak peradaban. Sivis pacem parabelum. Kalau mau berdamai harus siap berperang. Hidup dalam suatu peradaban diperlukan kemampuan dan kekuatan untuk memahami, membatasi, empati, peduli, saling menghor- mati, dan mampu saling menghidupi. Kekuatan siap ber- perang untuk menjaga agar hidup dan kehidupan, walau memerlukan peradaban dan kemampuan bertahan hi- dup namun juga menumbuhkembangkannya. Basudewa Krisna memahami akan dampak perang namun ia sadar bahwa manusia adalah makhluk paling lemah sekaligus paling kuat. Namun untuk mengatasi kelemahannya dan mencapai kekuatanya, ia harus belajar dalam segalanya. Di samping itu manusia dituntut memiliki kepercayaan diri dan bekerja keras untuk hidup dan kehidupannya.
Kita juga dapat belajar dari kisah duka Drupadi melalui kisah Air mata Drupadi dan Nasihat Basudewa Krisna.
Betapa hancur hati Drupadi, marah malu kecewa, sedih, dan semua menjadi satu. Setelah pelecehan atas dirinya oleh para Kurawa muncullah sumpah yang mengerikan dari Bima dan Drupadi. Bima bersumpah akan mem- bunuh semua Kurawa, merobek-robek tubuh Dursasana dan meminum darahnya. Juga akan meremukkan paha Duryudana. Drupadi bersumpah tidak akan menggulung rambutnya sebelum dikeramas dengan darah Dursasana. Drupadi meratapi nasibnya mengapa ini harus terjadi pada dirinya. Amarah dan dendam berkibar di hatinya.

Basudewa Krisna sahabatnya, datang memberi nasi- hat sebagai empati dan solidaritas serta menguatkan
Drupadi. Dalam kehidupan ada baik dan buruk manusia diberi kebebasan memilihnya. Apa yang terjadi pada dirinya bukanlah salahnya atau kejahatannya, melainkan
takdir demikianlah terjadi. Drupadi hanyalah sebagai sarana yang menunjukkan bahwa takdir itu ada.
Dalam hidup dan kehidupan sadar atau tidak stratifikasi sosial dibangun kelompok-kelompok tertentu untuk mengadu kekuatan. Di situlah kebaikan dan keburuk- an muncul. Sadar atau tidak di semua sisi ada baik dan buruknya, dari sisi mana kita melihatnya.Tatkala kita mampu melihat sisi kebaikan maka angkara murka, ketamakan, dan ketidakadilan harus dilenyapkan. Dalam hidup dan kehidupan yang lemah akan termarginalkan, untuk kalah-kalahan bahkan dikorbankan. Bagi yang kuat akan merasa paling bisa dan akan mengerdilkan bahkan membutakan dirinya akan kebenaran. Kuasa akan men- datangkan suka tatkala tanpa darma, suka akan menjadi duka. Dalam hidup dan kehidupan yang sama hanyalah rasa, walau berbeda-beda apa yang dirasakan. Dunia membutakan jiwa tatkala harta dan kuasa menjadikan manusia lupa. Lupa kepada sesama, lupa kepada alam lingkungannya, bahkan lupa kepada Tuhannya. Kuasa yang disalahgunakan sehingga kekuasaannya digunakan untuk kesenangan pribadinya maka kekuasaan akan menjadi angkara murka dan menyengsarakan rakyatnya.
Pemimpin yang jumawa, tamak, dan penuh angkara murka sejatinya tidak memiliki teman, yang dimilikinya hanyalah penjilat. Kekuasaannya akan menjadi jebakan ragawi yang fana, keutamaan dan hakikat yang bakal dianggap penghalangnya. Ketamakan akan diikuti sifat iri, dengki, dan kikir, tiada lagi rasa peka, peduli, dan bela rasa bagi sesamanya.
Kesedihan Drupadi menjadi pengajaran hidup yang akan membukakan jendela hati dan pikirannya untuk dapat memaafkan. Karena perang akan menghasilkan kesedih-an.

Kemenangan ke-jayaan akan dipenuhi kesedihan dan air mata. Peperangan sebagai amarah
dan balas dendam akan mengorbankan orang-orang tercinta. Perang akan mene- lan orang-orang
yang terkena karma. Perang merupakan perjalanan hidup yang sarat dengan pengor- banan nyawa, harta benda, dan duka
lara. Penghinaan dan perlakuan tidak adil bagi Drupadi seakan melecehkan kebenaran, keutamaan, dan kemuliaan wan- ita. Pelecehan harkat-martabat manusia akibat kecan- duan dunia maka efeknya sangat luas.


Basudewa Krisna menjadi tempat berlindung, belajar, bertanya bagi Drupadi.Walau banyak hal disampaikan kepada Drupadi tentang hidup dan kehidupan namun harga diri Drupadi terus berkobar. Basudewa meng- ingatkan bahwa: “Semakin diingat maka lukanya akan semakin dalam. Kekuatan memaafkan bukan melupa- kan melainkan merelakan”. Kemampuan memaafkan untuk mencegah perang besar. Namun angkara murka dan kejahatan memang harus dimusnahkan, bahkan Basudewa Krisna mengatakan Pandawa harus bekerja keras untuk meraih kemenangan. Dan pewaris takhta Hastina bukanlah anak-anak Drupadi melainkan cucu dari Pandawa. Drupadi saat itu hatinya hanya marah dan marah serta membalas dendam. Perang satu-satunya jalan mengembalikan kehormatan. Ia antara mendengar dan amarah di hati saling bertabrakan. Dunia seakan tidak lagi membahagiakan hatinya, jiwanya merasa telah didiskriminasi dan diperlakukan sewenang-wenang yang dilandasi penghakiman secara subjektif, sejatinya akan menjadi pelajaran hidup yang mebuka pada keutamaan dan kebijaksanaan. Jalan Tuhan adalah yang terbaik walau penuh perjuangan, pengorbanan, dan proses panjang yang berat untuk mengikutinya. Rasa syukur akan men- jadi penopang dan penyejuk jiwa yang menguatkan diri dalam menghadapi berbagai badai kehidupan.


Manusia boleh saja mengharapkan apa saja, namun Tuhan memahami dan memberikan apa yang dibutuhkannya saja agar manusia bisa kembali kepada-Nya. Pandanglah kebaikannya maka kebusukan bahkan kejahatannya meng- hilang. Demikian juga sebaliknya tatkala hanya melihat kebusukan dan kejahatannya kebaikannya akan menghi- lang. Banyak orang yang lebih menderita dan mengalami kesusahan dari diri kita, tatkala mampu mengatasi merasa paling dalam hal apapun di situlah kebahagiaan ditemukan. Berpikir positif dan memberikan sesuatu dengan tulus dan apa yang terbaik akan membuka jalan keselamatan dan kebahagiaan. Buah tidak dipanen sesaat setelah ditanam melainkan memerlukan proses bahkan waktu yang cukup panjang. Demikian halnya dalam hidup dan kehidupan, hasil atau dampak suatu usaha tidak instan namun memerlukan proses panjang perjuangan berat, bahkan dengan mental dan keyakinan yang kuat.

Selamat hari wayang dari terik di Tegal Parang 0711 21

*Brigjen Prof Dr Chryshnanda Dwilaksana, MSi adalah Direktur Keamanan dan Keselamatan di Koorlantas Polri, Guru Besar di STIK Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, serta pelukis dan pemerhati kebudayaan.
Pada 7 November 2022 lalu dia menggelar Pameran Wayang
Hambegegeg Ugeg Ugeg di Balai Budaya Jakarta


 

Redaksi

Saya Halimah Munawir.Halimah atau lebih populer dengan nama panggilan Halimah Munawir ini adalah seorang Penulis, Pebisnis dan Pegiat Seni dan Budaya . yang memiliki kepedulian tinggi kepada dunia literasi , tradisi seni budaya, dan pendidikan.

Obor Sastra

Redaksi menerima naskah, foto, dan informasi yang berkaitan dengan seni-budaya. Naskah, foto, dan informasi tersebut akan disunting sesuai dengan misi-visi penerbitan ini

Obor Sastra

Sastra

Living

Entertainment