Ada yang pernah berkata bahwa abad 21 adalah milik perempuan. Pendapat ini tentunya disambut gembira oleh para feminis. Beberapa gejala memang sejak lama sudah mengarah ke sana namun masih sporadis sifatnya dan belum cukup signifikan. Misalnya terpilihnya perempuan untuk memegang jabatan-jabatan penting kenegaraan bahkan pemimpin negara, memenangkan penghargaan-penghargaan internasional dalam berbagai bidang, semakin banyaknya perempuan yang ternyata mampu mengerjakan dengan baik pekerjaan-pekerjaan yang selama ini diyakini hanya bisa dilakukan oleh pria, dan lain sebagainya.
SEMAKIN memasuki abad 21, kecenderungan ini semakin masif seiring dengan semakin banyaknya kaum lelaki, yang di sisi lain, mulai bisa menerima
semakin besarnya peranan perempuan dalam kehidupan sehari-hari, semakin menguatnya gelombang persamaan gender, dan semakin terbukanya ruang publik untuk mengemukakan opini yang dipacu oleh semakin pesatnya perkembangan teknologi informasi.
Pencapaian-pencapaian ini tentunya merupakan tonggak-tonggak prestasi yang selalu akan menjadi motivasi bagi perempuan dalam mencapai kesetaraan gender. Prestasi-prestasi itu memang dicapai oleh para perempuan dari berbagai rentang usia. Namun dalam rangka menyambut Hari Ibu, tulisan ini lebih membidik pencapaian para perempuan, yang sebagian menyandang status sebagai ibu. Seringkali, status ini dengan segala kesibukannya, apalagi jika dihubungkan dengan kodrat, dianggap sebagai penghalang bagi perempuan untuk mencapai prestasi. Mereka terbukti tetap mampu melakukan aktivitas dengan intensitas tinggi, bahkan berhasil mencetak berbagai prestasi
Anna Sungkar
Tak banyak perempuan yang menjadi kurator seni rupa. Satu dari yang tak banyak itu adalah Dr Anna Sungkar, MSn. Perupa yang meraih S3-nya di ISI Surakarta ini
dikenal aktif dalam menyuarakan isu peranan wanita dan memotori berbagai kegiatan seni rupa yang digelar di banyak tempat di Tanah Air. Banyak dari kegiatankegiatan itu digerakkan oleh mayoritas perempuan, baik sebagai panitia, kurator, maupun peserta. Misalnya Pameran Seni Rupa Virtual Perempuan Perupa di Bumi Kertas Nusantara 2022, Juli lalu di Makmoer Art Virtual Gallery, Bandung.
Pameran ini diikuti oleh 63 perempuan perupa dari DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Utara. Tak sampai sebulan sebelumnya, ia membuka pameran Life is Beautiful di Galeri Peruja, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
Ia juga bertindak sebagai kurator pada pameran Among Jiwo, pameran retrospeksi 40 tahun kiprah pelukis, jurnalis, dan pesastra Yusuf Susilo Hartono yang digelar di Museum Nasional Indonesia, Jakarta pada 9 - 13 November 2022. Anna juga menjabat sebagai Koordinator Kurator merangkap anggota pada Yayasan Duta Indonesia Maju (YDIM), perkumpulan bersifat nirlaba dan nonpolitik. Tim kuratornya terdiri dari Prof Ir Wiendu Nuryanti, M Arch, PhD, Prof Rhenald Kasali, PhD, Prof Roy
Darmawan, Dr Rima Agristina, SH, SE, MM, Don Bosco Selamun, Jahja B Soenarjo, SE, MM, Yusuf Susilo Hartono, dan Widi Nugroho Sahib. Yayasan ini pada 29 Oktober lalu memberikan penghargaan CEO Achievement Award 2022 kepada Presiden Direktur Garudafood,Hardianto Atmadja.
Sebagai perupa, Anna memiliki dorongan kuat untuk berinovasi. Karyanya yang berjudul Lukisan Potret Diri Maestro Kertas (2020), dilukis dengan bahan ampas kopi di atas media kertas canson, berukuran 75x55 cm. Kertas dan ampas kopi dipilih sebagai kombinasi alternatif terhadap kecenderungan yang sudah mapan selama ini, yaitu cat minyak di atas kanvas. Untuk itu, dipilih Prof Setiawan Sabana MFA, satu-satunya peseni kertas yang paling konsisten mengolah seni kertas di Indonesia, sebagai figur dalam lukisan.
Ve Dhanito
Fotografer-perupa cantik ini menggelar pameran tunggalnya yang bertajuk Insight pada 5 – 15 Maret 2022 di lantai 4 Perpustakaan Nasional, Jakarta. Yang paling menarik dari pameran ini selain dari penggunaan media yang tak biasa seperti pewarna fluorescent yang efeknya hanya bisa terlihat ketika tak ada cahaya, adalah juga latar belakang penciptaannya.
Karya-karya ini dengan langsung menjadi jembatan antara neurosains dan fotografi. Ve merasa penasaran dengan cara kerja otak yang membuat manusia jadi
punya daya kreativitas bervariasi.
Rasa penasaran ini mendorongnya untuk mencari informasi dari beberapa literatur sains, di antaranya adalah 71/2 Lessons about The Brain (Lisa Feldman Barrett) dan Runaway Species (David Eagleman). Berhubung Ve adalah perupa, maka informasi scientific yang diperolehnya tersebut diekspresikannya dalam bentuk karya fotografiinstalasi dengan tampilan kasat mata yang sangat unik.
Selain keberanian mengangkat tema yang tak lazim, Ve mendedikasikan pameran yang menggelar 40 karyanya
Kikan Namara
Namanya pernah sangat populer sebagai penyanyi utama dan penulis lagu pada band pop-rock Cokelat. Pada era Kikan menjadi vokalis utama, Cokelat sempat menjadi kelompok musik papan atas yang mendapatkan berbagai penghargaan baik di tingkat nasional maupun regional Asia. Banyak lagu ciptaan Kikan untuk Cokelat menjadi hit yang paling dikenal masyarakat pecinta musik Indonesia sampai sekarang. Meski Kikan tak lagi di Cokelat dan digantikan oleh vokalis lain, bagi publik vokalis utama Cokelat tetaplah Kikan.
Pandemi sempat membuat semua orang terpaksa tiarap, tak terkecuali Kikan. Namun seiring dengan menyurutnya angka penderita Covid dan mulai menggeliatnya kembali bisnis hiburan, apalagi dengan semakin mendekatnya 2024 yang akan menjadi tahun
politik dengan gelaran pemilihan umum (Pemilu),
Redaksi menerima naskah, foto, dan informasi yang berkaitan dengan seni-budaya. Naskah, foto, dan informasi tersebut akan disunting sesuai dengan misi-visi penerbitan ini